Semua kandungan di dalam blog ini adalah dari tulisan Ustaz Adi Yanto Meridukansurga di laman Facebooknya. Saya sekadar mencuba menghimpunkannya untuk manfaat semua umat. Terima kasih kepada Ustaz Adi yang memberikan keizinannya - Tulus dari Cipher.
31 Mar 2013
Ketika Badai Menerpa
السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
Kehidupan sepasang insan yang selalu berbahagia, tiada masalah, jauh dari perselisihan, tanpa pertengkaran, selalu seia-sekata, tanpa pernah saling menyakiti, yang ada hanya cinta yang tidak pernah layu dan kemesraan yang tidak pernah usang dimakan waktu, tentu hanya ada di surga.
Adapun biduk rumah tangga di dunia, jangan pernah dibayangkan tidak akan berembus angin masalah atau diterpa badai problem.
Namun, ini tidak berarti kita tidak perlu menempuh perkara-perkara yang dapat mencegah timbulnya masalah.
Kita percaya, setiap jalan yang dilalui memang ada penghalang dan rintangannya. Agar bisa melewatinya dengan selamat, tentu kita harus tahu bentuk penghalang tersebut.
Sebagian orang mengatakan, “Masalah rumah tangga ibarat garam kehidupan suami istri karena setelah masalah berlalu akan berganti dengan kedekatan dan cinta.”
Persis seperti masakan, setelah digarami rasanya lebih enak. Kalau kita anggap ucapan
tersebut benar, garam itu tentu tidak melebihi kadarnya. Ibarat masakan kalau tanpa garam tidak enak, namun sebaliknya apabila kelebihan garam rasanya pun tidak karuan.
Apabila problem dalam sebuah rumah tangga sampai berlebihan niscaya akan muncul kebencian, yang setelahnya dapat mengantarkan kepada
kebinasaan.
Namun, hendaknya ucapan di atas tidak sampai mendorong kita untuk membuat-buat perselisihan yang justru akan mengeruhkan kebersamaan kita dengan pasangan hidup.
Boleh jadi, problem adalah bumbu atau garam dalam berumah tangga bagi orang yang mendapatkan hasil yang baik setelah hilangnya problem tersebut.
Adapun bagi yang menuai akibat buruk atau kehancuran keluarga, tentu tidak tergambar di pikiran kita bahwa dia akan menganggap manis masalah yang pernah lewat dalam kehidupannya.
Seorang yang berakal adalah yang berupaya semampunya menjauhi hal-hal yang dapat memicu timbulnya masalah.
Tentu tidak yang lebih bodoh daripada orang yang mampu meraih faktor-faktor kebahagiaan dalam hidupnya, namun ia meninggalkannya dan justru mencari-cari jalan kesengsaraan lalu ditempuhnya.
Seorang istri hendaklah pandai bercermin diri, jangan sampai ia menjadi sebab kesengsaraan dan pemicu masalah dalam rumah tangganya. Hendaknya ia berusaha “sesuai” dengan suaminya, tidak menyelisihinya.
Hindari menjadi istri yang sifatnya seperti yang digambarkan oleh seorang badui ketika ditanya, “Sebutkan pada kami sifat wanita yang paling jelek.” Ia menjawab, “Tubuhnya kurus tidak berdaging. Lisannya seakan-akan tombak. Ia menangis tanpa sebab. Ia tertawa pun bukan karena sesuatu yang patut ditertawakan. Ucapannya adalah ancaman. Suaranya keras. Ia mengubur kebaikan dan justru menyebarkan kejelekan… Jika suaminya masuk, ia keluar. Apabila suaminya keluar, ia masuk. Jika suaminya tertawa, ia malah menangis. Jika suaminya menangis, ia justru tertawa….”
Istri yang baik adalah istri yang melakukan apa yang disukai oleh suaminya dan menjauhi hal-hal yang dibencinya. Hal-hal semacam ini harus dijaga oleh seorang istri dan ia tidak butuh berulang-ulang diingatkan oleh suaminya di setiap waktu.
Di sisi lain, ada suami yang menjadi sumber masalah. Ada istri yang diselimuti ketakutan hidup bersama suami yang tidak dikenalinya selain dengan teriakannya. Si suami tidak bergaul dengannya melainkan dengan liar dan buas. Ia menjadikan ketenangan dan ketenteraman yang harusnya terwujud dalam pernikahan menjadi keinginan untuk lari melepaskan diri.
Apabila si suami datang, ia tidak merasakan gembira karenanya. Apabila suami pergi, istri dan anak- anaknya sampai berharap ia tidak kembali. Rasanya tidak ada sesal apabila berpisah dengannya, sebagaimana sirna rasa bahagianya apabila bertemu dengannya.
Yang lebih menjadi musibah, suami tega menghina, memukul, dan menyiksa istrinya, padahal seorang istri salehah lebih mahal nilainya daripada sebuah permata yang paling mahal sekalipun. Bisa jadi, di
sekitar kita tidak hanya satu atau dua orang istri yang bernasib seperti ini.
Ibaratnya, istri ini hidup dengan makhluk liar dalam jasad seorang insan yang telah tercabut rahmah (kasih sayang) dari hati mereka. Terhadap orang lain, mereka punya perasaan, tetapi tidak terhadap istri dan anak-anak mereka.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment