Semua kandungan di dalam blog ini adalah dari tulisan Ustaz Adi Yanto Meridukansurga di laman Facebooknya. Saya sekadar mencuba menghimpunkannya untuk manfaat semua umat. Terima kasih kepada Ustaz Adi yang memberikan keizinannya - Tulus dari Cipher.

5 Mar 2014

BASUHLAH CERMIN HATI KITA





Photo: BASUHLAH CERMIN HATI KITA

Assalamu'alaikum wa rahmatullahi wa barakatuhu.

Terkadang secara tidak sadar, kita begitu sering memandang orang lain tanpa memandang diri sendiri terlebih dahulu. Sehingga apa yang tergambar dari hasil pandangan kita itu adalah cenderung kepada peremehan orang lain, menganggap orang lain begitu berbeda (baca: lebih buruk), bahkan berpikir seolah hanya orang-orang seperti kitalah yang berhak tinggal di dunia ini. 

Setelah itu, tidak jarang keluar kata-kata yang juga meremehkan, mengecilkan, dari mulut ini sebagai kelanjutan dari pandangan awal yang sempit tadi. Dan ini, seringkali dilakukan tanpa sadar karena memang bermula dari dalam dada (hati) ini. Sungguh saudaraku, kita begitu lupa akan ingatan Allah bahwa belum tentu orang-orang yang kita anggap lebih buruk (baca:diolok-olok) lebih buruk, bahkan mungkin pada diri kitalah hakikat keburukan itu. Hanya saja, sekali lagi, kita begitu sering tidak bercermin. Atau mungkin cemin itu begitu buram dan berdebu karena terlalu lama tersimpan tanpa kita gunakan barang sebentarpun. 

Saudaraku, jika mungkin tidak secara lisan kita menghinakan, mencaci, mengecilkan, atau menganggap remeh orang lain, bisa jadi kita juga melakukan semua hal itu dengan sikap, cibiran bibir, gerakkan badan, ekspresi wajah atau hanya sekedar menghinanya dalam hati. Betapa sering kita melemparkan uang kecil dari balik pagar tinggi rumah kepada para pengemis, atau bahkan lontaran kata "maaf" sambil berbalik dengan mulut menggerutu berharap pengemis itu tidak datang kembali di lain hari. 

Sesekali dada ini membusung saat menghadapi atau berbicara dengan orang lain yang kita anggap dalam posisi tidak lebih baik, tidak lebih beruntung, tidak lebih pintar, tidak lebih tua. Bibir ini boleh jadi tetap mengembangkan senyum saat berbicara dengan orang-orang itu, tapi senyum itu tentu akan sangat menyakitkan bila mereka tahu bahwa hati ini sedang menghinakannya. Ketahuilah saudaraku, manusia yang terlalu sering dihinakan, dizhalimi lebih peka mata bathinnya sehingga mereka bisa dengan jelas membedakan mana keihklasan dan mana kepalsuan atau kemunafikan. 

Mungkin kita merasa gerah, tidak betah bila harus berlama-lama dengan orang-orang yang pakaiannya tidak sebagus yang kita kenakan, orang-orang yang menu makannya jauh berbeda secara harga apalagi kandungan gizinya, dengan orang-orang yang tidak memiliki kendaraan seperti kepunyaan kita, tidak bekerja seperti kita yang karyawan, profesionalis, wanita karir, pengusaha, tidak berpenghasilan sebanyak yang kita dapat, tidak berpendidikan setinggi yang kita raih saat ini. 

Sungguh juga saudaraku, cermin hati ini begitu kotor, sehingga memburamkan mata hati ini dari melihat keberadaan malaikat Allah diantara kita dengan orang-orang itu yang begitu dekat dan melekat. (Nu'man bin Muqrin) berkata: "Bahwasannya ada seorang laki-laki mencaci orang lain disisi Nabi Saw, kemudian orang yang dicaci mengatakan: "Mudah-mudahan keselamatan tercurah atasmu." Lalu Nabi Saw bersabda: "Ketahuilah bahwasannya ada malaikat di antara kamu berdua yang membelamu; setiap kali orang ini mencacimu. Malaikat itu berkata kepadanya: "Tetapi engkau, engkaulah yang lebih berhak terhadap cacian itu; dan jika engkau mengatakan: "Mudah-mudahan keselamatan tercurah atasmu", maka malaikat itu berkata: "Tidak, tetapi engkau, engkaulah yang berhak terhadapnya." ( HR. Ahmad) 

Saudaraku, mari segera kita bersihkan cermin hati ini, basuhlah ia dengan memperbanyak mengagungkan kebesaran Allah, sehingga mengikis kesombongan yang sekian lama terhujam dalam hati ini. Tanamilah benih-benih kebajikan dan amal sholeh didasarnya, sehingga menumbuhkan bunga-bunga kesamaan dan penghormatan terhadap sesama serta siramilah selalu hingga ke akarnya dengan air kesyukuran, sehingga memupuk kerendahan hati ini. Wallahu a'lam bishshowaab


Terkadang secara tidak sadar, kita begitu sering memandang orang lain tanpa memandang diri sendiri terlebih dahulu. Sehingga apa yang tergambar dari hasil pandangan kita itu adalah cenderung kepada peremehan orang lain, menganggap orang lain begitu berbeda (baca: lebih buruk), bahkan berpikir seolah hanya orang-orang seperti kitalah yang berhak tinggal di dunia ini.

Setelah itu, tidak jarang keluar kata-kata yang juga meremehkan, mengecilkan, dari mulut ini sebagai kelanjutan dari pandangan awal yang sempit tadi. Dan ini, seringkali dilakukan tanpa sadar karena memang bermula dari dalam dada (hati) ini. Sungguh saudaraku, kita begitu lupa akan ingatan Allah bahwa belum tentu orang-orang yang kita anggap lebih buruk (baca:diolok-olok) lebih buruk, bahkan mungkin pada diri kitalah hakikat keburukan itu. Hanya saja, sekali lagi, kita begitu sering tidak bercermin. Atau mungkin cemin itu begitu buram dan berdebu karena terlalu lama tersimpan tanpa kita gunakan barang sebentarpun.

Saudaraku, jika mungkin tidak secara lisan kita menghinakan, mencaci, mengecilkan, atau menganggap remeh orang lain, bisa jadi kita juga melakukan semua hal itu dengan sikap, cibiran bibir, gerakkan badan, ekspresi wajah atau hanya sekedar menghinanya dalam hati. Betapa sering kita melemparkan uang kecil dari balik pagar tinggi rumah kepada para pengemis, atau bahkan lontaran kata "maaf" sambil berbalik dengan mulut menggerutu berharap pengemis itu tidak datang kembali di lain hari.

Sesekali dada ini membusung saat menghadapi atau berbicara dengan orang lain yang kita anggap dalam posisi tidak lebih baik, tidak lebih beruntung, tidak lebih pintar, tidak lebih tua. Bibir ini boleh jadi tetap mengembangkan senyum saat berbicara dengan orang-orang itu, tapi senyum itu tentu akan sangat menyakitkan bila mereka tahu bahwa hati ini sedang menghinakannya. Ketahuilah saudaraku, manusia yang terlalu sering dihinakan, dizhalimi lebih peka mata bathinnya sehingga mereka bisa dengan jelas membedakan mana keihklasan dan mana kepalsuan atau kemunafikan.

Mungkin kita merasa gerah, tidak betah bila harus berlama-lama dengan orang-orang yang pakaiannya tidak sebagus yang kita kenakan, orang-orang yang menu makannya jauh berbeda secara harga apalagi kandungan gizinya, dengan orang-orang yang tidak memiliki kendaraan seperti kepunyaan kita, tidak bekerja seperti kita yang karyawan, profesionalis, wanita karir, pengusaha, tidak berpenghasilan sebanyak yang kita dapat, tidak berpendidikan setinggi yang kita raih saat ini.

Sungguh juga saudaraku, cermin hati ini begitu kotor, sehingga memburamkan mata hati ini dari melihat keberadaan malaikat Allah diantara kita dengan orang-orang itu yang begitu dekat dan melekat. (Nu'man bin Muqrin) berkata: "Bahwasannya ada seorang laki-laki mencaci orang lain disisi Nabi Saw, kemudian orang yang dicaci mengatakan: "Mudah-mudahan keselamatan tercurah atasmu." Lalu Nabi Saw bersabda: "Ketahuilah bahwasannya ada malaikat di antara kamu berdua yang membelamu; setiap kali orang ini mencacimu. Malaikat itu berkata kepadanya: "Tetapi engkau, engkaulah yang lebih berhak terhadap cacian itu; dan jika engkau mengatakan: "Mudah-mudahan keselamatan tercurah atasmu", maka malaikat itu berkata: "Tidak, tetapi engkau, engkaulah yang berhak terhadapnya." ( HR. Ahmad)

Saudaraku, mari segera kita bersihkan cermin hati ini, basuhlah ia dengan memperbanyak mengagungkan kebesaran Allah, sehingga mengikis kesombongan yang sekian lama terhujam dalam hati ini. Tanamilah benih-benih kebajikan dan amal sholeh didasarnya, sehingga menumbuhkan bunga-bunga kesamaan dan penghormatan terhadap sesama serta siramilah selalu hingga ke akarnya dengan air kesyukuran, sehingga memupuk kerendahan hati ini. Wallahu a'lam bishshowaab

3 Mar 2014

Hemat dan Tidak Boros Dalam Memakai Air Ketika Wudhu.









Mungkin kita sering dalam pemakaian air ketika berwudhu sangat berlebih lebihan.Lalu ukuran takaran air yang dipakai Rosulullah Shollallahu Alaihi wa Sallama berapa ?

Dari Anas Rodhiyallahu Anhu ia berkata:"Nabi Shollallahu Alaihi wa Sallama biasa berwudhu dengan memakai satu mud* dan mandi dengan satu sho' sampai 5 mud."{HR.Muslim 1:156,Mukhtashor Shohih Muslim no. 136 dan lainnya}.
*1 sho'=4 mud
1 mud =ukuran 1 1/3 rithl,dinamakan demikian karena air yang diambil sepenuh kedua telapak tangan manusia.

Ada sebuah riwayat Ubaidah bin Abi Yazid,bahwa seorang laki laki bertanya kepada Ibnu Abbas Rodhiyallahu Anhu:

"Berapa kira kira air yang cukup bagiku untuk berwudhu"?
"Satu mud" kata beliau.Lalu ia bertanya lagi :"Berapa kira kira ukuran air untuk mandi? Jawab beliau:"Satu Sho' ".Kata orang itu:"Ah...tidak cukup untukku.Kata Ibnu Abbas Rodhiyallahu Anhu (dengan marah) :"Kamu ini anak siapa?".
"Sesungguhnya ukuran itu sudah cukup bagi orang yang lebih baik dari kamu yaitu Rosulullah Shollallahu Alaihi wa Sallama".{HR.Ahmad dan Thobrani dalam Majmul Kabiir dengan sanadnya yang rawi rawinya tsiqoh,Lihat :Fiqhus Sunnah 1:43}.
Boros atau membuang buang air itu terjadi dengan menggunakan air tanpa faidah menurut syariat islam ,misalnya memambahi bingan wudhu lebih dari 3 kali atau membuka keran sebeaar besarnya.
Dalam hadis Amr bin Syuaib dari bapaknya dari kakeknya ja berkata:

Seorang Arab Badui datang menemui nabi Shollallahu Alaihi wa Sallam menanyakan tentang wudhu.Maka Nabi Memperlihatkan kepadanya cara wudhu tiga kali tiga kali,seraya bersabda:"Inilah cara wudhu,maka barang siapa yang melebihi (bilangan ini) berarti ia telah menyeleweng,melanggar batas dan aniaya".{HR.Ibnu Majah no.422, dan ini lafazh Ibnu majah,Nasai 1:88 no.40 dan Abu Dawud no.135,Misykaatul Mashobih no.417,Shohih Ibnu Majah no.339 dan Shohih Nasai no.136,Shohih Abu Dawud no.123}.

Abdullah bin Mughoffal berkata:

Sesungguhnya saya mendengar Rosulullah Shollallah Alaihiwa Sallama bersaba:"Nanti akan muncul dikalangan ini satu golaongan yang berlebih lebihan dalam bersuci dan berdoa".{HR.Ahmad ,Abu Dawud no.96 dan Ibnu Majah,Lihat Shohih Abu Dawud no.87 dan didalam Ibnu Majah tidak ada kata kata thuhur(bersuci),Misykatul Mashobih no.418}
Berkata Imam Bukhori :"Para Ahli Ilmu tidak menyukai bila dalam menggunakan air wudhu melebihi batas yang digunakan oleh Rosulullah Shollallah Alaihi wa Sallam".{Fathul Bari 1:232 no.1}.
Dari uraian diatas maka kita sebaiknya memperhatikan tentang air yang kita gunakan untuk berwudhu agar bisa sehemat mungkin untuk mengikuti Rosulullah Shollahu Alaihi wa Sallama.Wallahu A'lam.